Kelompok Menyimpang Dalam Pembahasan Takdir

 

Kelompok Menyimpang Dalam Pembahasan Takdir

Kelompok Menyimpang Dalam Pembahasan Takdir


Ada dua kelompok yang keluar dari keyakinan yang benar terhadap takdir, yaitu Qadariyah dan Jabariyah.


Pertama, Kelompok Qadariyah mengingkari bahwa segala hal yang terjadi dan terwujud di alam semesta ini berdasarkan ilmu, penulisan takdir, kehendak, dan penciptaan dari Allah Ta’ala.


Kedua, Kelompok Jabariyah adalah sekte yang mengingkari adanya kemampuan dan kehendak dari hamba. Dengan kata lain, para hamba dipaksa untuk menjalani takdir yang telah dituliskan dan tiada pilihan bagi mereka untuk berbuat sesuai kehendak.


Baca Juga: Beriman Kepada Takdir


Sikap Ahlussunnah Terhadap Qadariyah dan Jabariyah


Kedua pemikiran sekte tersebut batil. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang menghendaki menempuh jalan yang lurus.” (Q.S. At-Takwir: 28). Ayat ini sebagai bantahan terhadap Jabariyah, dimana Allah menetapkan bagi hamba memiliki kehendak dan kekuatan terhadap perbuatannya. 


Sedangkan pada firman-Nya (yang artinya), “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan seluruh alam.” (Q.S. At-Takwir: 28-29) terdapat bantahan terhadap Qadariyah, dimana Allah menegaskan bahwa kehendak hamba itu berada di bawah kehendak-Nya dan Allah juga mengaitkan kehendak hamba hanya bisa terlaksana dengan adanya kehendak dari Allah. 


Maka keyakinan para ulama ahlusunnah menyatakan bahwa seluruh bentuk ketaatan dan kemaksiatan terjadi atas takdir Allah Ta’ala dan kekuasaan-Nya. Tiada sang Pencipta selain Allah. Hamba juga tidak dipaksa dalam melakukan perbuatannya, tetapi hamba memiliki kehendak dan kuasa untuk melakukan perbuatannya. (Al-Irsyad Ila Shahih Al-I’tiqad, 308-309).


Baca Juga: Empat Tingkatan Takdir


Seluruh perbuatan, ucapan, ketaatan, dan kemaksiatan berasal dari hamba karena memiliki kehendak dan kekuatan terhadap perbuatannya. Hamba itulah yang disifati dengan hal-hal tersebut dan ialah pelakunya, maka hukum/dampaknya juga disematkan padanya. 


Adapun maksud perbuatan hamba itu dari sisi Allah adalah Allah lah yang menciptakan perbuatan tersebut pada hamba dan menjadikan si hamba berbuat dan melakukan perbuatan tersebut. 


Maka dapat disimpulkan, dari sisi Allah, perbuatan hamba adalah makhluk, sedangkan dari sisi hamba, hamba itulah yang melakukan perbuatannya dengan kehendak dan kekuasaannya. (Lawami’u Al-Anwar/2/108).


Lebih baru Lebih lama